Jangan Lakukan Kesalahan Desain UI/UX Ini Kalau Nggak Mau Ditinggal Pengguna
Oke, langsung aja kita bahas nih, dunia desain UI/UX itu emang seru banget, tapi sekaligus tricky. Kamu bisa punya ide aplikasi atau website sekeren apa pun, tapi kalau eksekusi desain UI/UX-nya berantakan, ya siap-siap aja ditinggal pengguna. Nggak mau kan, udah capek-capek develop, eh penggunanya malah kabur gara-gara desain yang bikin pusing?
Nah, biar produk digital kamu nggak bernasib tragis, yuk kita bedah bareng-bareng beberapa kesalahan desain UI/UX fatal yang sering banget kejadian dan wajib kamu hindari. Anggap aja ini cheat sheet biar kamu nggak salah langkah.
1. Navigasi Bikin Nyasar? Auto Ditinggal!
Pernah masuk ke sebuah website atau aplikasi terus bingung mau ke mana? Klik sana-sini tapi nggak nemu yang dicari? Nah, itu dia tanda-tanda navigasi yang buruk. Navigasi itu ibarat peta di dunia digital kamu. Kalau petanya aja udah bikin pusing, gimana pengguna mau betah menjelajah?
Kesalahan Umum:
- Struktur Nggak Jelas: Menu berantakan, nggak ada hierarki yang logis. Pengguna nggak tahu mana fitur utama, mana fitur pendukung.
Terlalu Banyak Pilihan: Menu dropdown yang panjangnya kayak daftar belanjaan ibu-ibu, atau terlalu banyak tombol di satu layar. Bikin overwhelmed*.
- Istilah Nggak Familiar: Pakai jargon teknis atau istilah internal yang cuma dimengerti tim kamu. Pengguna awam? Bingung total.
Nggak Konsisten: Pola navigasi beda-beda di tiap halaman. Di halaman A pakai sidebar, di halaman B pakai top menu, di halaman C tiba-tiba pakai hamburger menu* tersembunyi. Bikin pusing! Susah Balik: Nggak ada cara gampang buat balik ke halaman sebelumnya atau ke homepage*. Kayak masuk labirin tapi nggak ada jalan keluar.
Solusinya Gimana?
- Rancang Arsitektur Informasi (IA) yang Solid: Pikirkan alur pengguna (user flow), kelompokkan konten secara logis. Mana yang paling penting? Mana yang sering diakses?
Gunakan Pola Navigasi yang Familiar: Manfaatkan pola yang udah umum dikenal pengguna, kayak top navigation bar, sidebar, tab bar (untuk mobile), atau footer navigation*. Jangan aneh-aneh kalau nggak perlu banget.
- Keep it Simple: Batasi jumlah menu utama. Kalau memang banyak, gunakan sub-menu yang terstruktur. Ingat aturan "tiga klik"? Usahakan pengguna bisa mencapai tujuannya dalam seminimal mungkin klik.
- Pakai Bahasa yang Jelas: Gunakan label menu yang singkat, deskriptif, dan mudah dimengerti target pengguna kamu.
- Konsisten itu Kunci: Terapkan pola navigasi yang sama di seluruh bagian aplikasi atau website kamu.
Sediakan "Jalan Pulang": Pastikan ada logo yang bisa diklik untuk kembali ke homepage dan breadcrumbs* (jejak navigasi) kalau strukturnya kompleks.
2. Tampilan Nggak Konsisten, Kayak Gado-gado
Bayangin kamu lagi ngobrol sama orang, tapi tiap kalimat dia ganti gaya bicara, kadang formal, kadang gaul, kadang pakai logat daerah. Bingung, kan? Nah, inkonsistensi dalam desain UI itu efeknya mirip-mirip. Bikin pengalaman pengguna jadi aneh dan nggak nyaman.
Kesalahan Umum:
- Palet Warna Acak: Tiap halaman beda warna primer, warna tombol nggak konsisten.
Tipografi Berantakan: Pakai terlalu banyak jenis font, ukuran font nggak standar, leading dan kerning* asal-asalan. Gaya Tombol Beda-beda: Ada tombol kotak, tombol bulat, tombol outline, tombol filled*, semua campur aduk tanpa aturan jelas. Ikonografi Nggak Seragam: Gaya ikon beda-beda (ada yang line, ada yang filled*, ada yang tebel, ada yang tipis).
- Layout Nggak Konsisten: Tata letak elemen berubah-ubah drastis antar halaman tanpa alasan yang jelas.
Solusinya Gimana?
Buat Design System atau Style Guide: Ini kitab suci desainer! Dokumentasikan semua elemen UI: palet warna, tipografi (jenis font, ukuran, weight), gaya tombol, ikonografi, spacing rules, komponen-komponen (seperti card*, formulir, modal), dll. Gunakan Komponen yang Reusable: Manfaatkan framework atau library UI yang memungkinkan kamu membuat komponen yang bisa dipakai berulang kali. Ini nggak cuma bikin konsisten, tapi juga mempercepat proses development*. Terapkan Aturan Secara Disiplin: Pastikan semua tim (desainer, developer) paham dan mengikuti style guide yang sudah dibuat. Lakukan review* desain secara berkala.
Konsistensi itu membangun familiarity dan kepercayaan. Pengguna jadi lebih cepat belajar cara pakai produk kamu dan merasa nyaman karena semuanya terasa "nyambung".
3. Formulir Panjang dan Ribet = Mimpi Buruk Pengguna
Siapa sih yang suka ngisi formulir panjang-panjang? Apalagi kalau isiannya nggak relevan, validasinya bikin emosi, dan tampilannya bikin mata perih. Formulir sering jadi titik kritis di mana pengguna memutuskan lanjut atau cabut.
Kesalahan Umum:
Minta Terlalu Banyak Informasi: Nanya data yang nggak relevan di awal, padahal bisa diminta nanti. Misalnya, minta nomor KTP cuma buat daftar newsletter*. Layout Nggak Efisien: Isian ditaruh berjauhan, label nggak jelas (di atas, di samping, atau placeholder* doang?), nggak dikelompokkan secara logis.
- Validasi Error yang Nggak Membantu: Muncul pesan "Error!" doang tanpa ngasih tahu salahnya di mana atau gimana cara benerinnya. Atau lebih parah, semua isian ke-reset pas ada satu yang salah.
- Nggak Ada Indikator Progres: Untuk formulir multi-langkah, pengguna nggak tahu udah sampai mana dan masih berapa langkah lagi. Bikin males lanjutin.
Input Type Nggak Sesuai: Minta input nomor telepon tapi pakai field teks biasa (nggak muncul keypad angka di mobile), minta tanggal tapi nggak ada date picker*.
Solusinya Gimana?
Minimalis: Tanya informasi yang essential* aja. Data tambahan bisa diminta belakangan sesuai konteks.
- Pecah Jadi Beberapa Langkah (Multi-step Form): Kalau memang butuh banyak data, bagi jadi beberapa bagian/langkah pendek. Jangan lupa kasih indikator progres.
Layout yang Jelas: Gunakan label yang jelas di atas input field. Kelompokkan isian yang berkaitan (misal: informasi pribadi, alamat). Beri jarak yang cukup antar field*. Validasi Real-time dan Informatif: Beri feedback* langsung saat pengguna mengisi (misal, tanda centang hijau kalau valid, pesan error spesifik kalau salah). Jangan reset isian yang udah benar. Gunakan Input Type yang Tepat: Pakai type="email"
, type="tel"
, type="number"
, type="date"
di HTML. Sediakan dropdown, checkbox, radio button* yang sesuai. Pertimbangkan Autofill/Autocomplete: Bantu pengguna mengisi lebih cepat dengan memanfaatkan fitur autofill* browser.
Ingat, tujuan formulir adalah mengumpulkan data, bukan menyiksa pengguna. Buat prosesnya semudah dan secepat mungkin.
4. Tombol Aksi (CTA) Nggak Nendang atau Malah Ngumpet
Call to Action (CTA) itu tombol atau link yang kamu ingin pengguna klik untuk melakukan aksi tertentu (misal: "Beli Sekarang", "Daftar Gratis", "Download Ebook"). Kalau CTA-nya nggak jelas, warnanya nyaru sama background, atau tulisannya ambigu, ya gimana pengguna mau ngeklik?
Kesalahan Umum:
Visual Kurang Menonjol: Warna tombol nggak kontras, ukurannya terlalu kecil, penempatannya nggak strategis (misalnya tersembunyi di bawah fold*).
- Teks Nggak Jelas: Pakai kata-kata pasif atau ambigu kayak "Klik di Sini", "Submit", "Lanjut". Pengguna nggak tahu apa yang akan terjadi setelah klik.
- Terlalu Banyak CTA Bersaing: Dalam satu layar ada banyak tombol dengan tingkat kepentingan yang sama, bikin pengguna bingung harus klik yang mana.
- Nggak Responsif: Tombol susah diklik di layar kecil (mobile) karena terlalu dempet atau ukurannya nggak disesuaikan.
Solusinya Gimana?
Buat Menonjol (tapi jangan norak): Gunakan warna kontras yang sesuai dengan brand identity. Pastikan ukurannya cukup besar dan ada whitespace* di sekelilingnya biar "napas". Letakkan di posisi yang mudah terlihat dan logis sesuai alur baca pengguna.
- Gunakan Teks Berorientasi Aksi dan Spesifik: Pakai kata kerja aktif dan jelaskan manfaat atau hasil dari klik tombol itu. Contoh: "Dapatkan Diskon 50%", "Mulai Uji Coba Gratis", "Tambahkan ke Keranjang".
Prioritaskan CTA: Tentukan satu CTA utama per layar/bagian. Gunakan desain visual (warna, ukuran, gaya) untuk membedakan tingkat kepentingan CTA (misal: CTA primer pakai warna solid, CTA sekunder pakai outline* atau warna lebih kalem).
- Pastikan Ramah Mobile: Ukuran target sentuh (tombol) minimal 44x44 piksel (rekomendasi Apple) atau 48x48dp (rekomendasi Google). Beri jarak yang cukup antar tombol.
CTA yang efektif itu memandu pengguna ke langkah selanjutnya dengan jelas dan meyakinkan.
5. Loading Lama? Pengguna Mana Sabar!
Di era serba cepat ini, nunggu loading aplikasi atau website lebih dari beberapa detik aja udah bisa bikin ilfil. Pengguna itu nggak sabaran. Kalau produk kamu lemot, mereka nggak akan ragu buat nutup dan pindah ke kompetitor.
Kesalahan Umum:
- Gambar Nggak Dioptimasi: Upload gambar resolusi tinggi tanpa kompresi. Ukuran file jadi gede banget.
Terlalu Banyak Request HTTP: Setiap gambar, file CSS, file JavaScript itu butuh request* ke server. Makin banyak, makin lama. Kode Berantakan/Nggak Efisien: Bloated* JavaScript, CSS yang nggak perlu, query database yang lambat.
- Server Lambat: Hosting murah atau spesifikasi server nggak mumpuni.
- Nggak Pakai Teknik Caching: Setiap kali buka halaman, browser harus download ulang semua aset.
Solusinya Gimana?
Optimasi Gambar: Kompres gambar sebelum di-upload (pakai tool kayak TinyPNG atau Squoosh). Gunakan format gambar modern kayak WebP. Terapkan lazy loading* (gambar baru di-load saat di-scroll ke area pandang). Minimalkan Request: Gabungkan file CSS dan JavaScript (tapi hati-hati dengan render-blocking*). Gunakan CSS Sprites untuk ikon. Optimasi Kode: Minify CSS dan JavaScript (hapus spasi, komentar, dll). Tunda pemuatan JavaScript yang nggak kritikal (defer, async*). Optimalkan query database.
- Pilih Hosting yang Bagus: Investasi di hosting atau server yang handal. Pertimbangkan penggunaan Content Delivery Network (CDN) untuk menyajikan aset statis dari server terdekat pengguna.
Manfaatkan Caching: Konfigurasi browser caching* dengan benar supaya aset statis nggak perlu di-download ulang terus-menerus.
Kecepatan itu bukan cuma soal teknis, tapi bagian krusial dari user experience. Jangan sampai kerja keras kamu di desain jadi sia-sia gara-gara loading lemot.
6. Minim Feedback Visual, Pengguna Jadi Ragu
Manusia butuh feedback. Saat kita berinteraksi dengan sesuatu, kita perlu tahu kalau aksi kita direspons. Di dunia digital, feedback ini biasanya berupa perubahan visual. Kalau nggak ada feedback, pengguna jadi bingung: "Ini tombolnya udah kepencet belum ya?", "Datanya lagi diproses atau error nih?".
Kesalahan Umum:
- Tombol Nggak Berubah Saat Diklik/Hover: Nggak ada efek visual yang menandakan tombol itu interaktif atau sudah ditekan.
Nggak Ada Indikator Loading: Saat proses butuh waktu (misal: submit formulir, refresh data), nggak ada tanda visual (kayak spinner atau progress bar*) kalau sistem sedang bekerja. Pengguna bisa ngira aplikasinya nge-hang.
- Pesan Sukses/Error Nggak Jelas: Setelah melakukan aksi, nggak ada konfirmasi yang jelas apakah berhasil atau gagal. Kalau gagal, nggak dikasih tahu kenapa.
Solusinya Gimana?
Berikan State pada Elemen Interaktif: Buat state berbeda untuk tombol atau link: default, hover (saat kursor di atas), active/pressed (saat diklik), disabled (kalau nggak bisa diklik), focus* (untuk navigasi keyboard). Gunakan Indikator Loading: Tampilkan loading spinner, skeleton screen (placeholder layout), atau progress bar* saat ada proses yang butuh waktu. Ini memberi tahu pengguna bahwa sistem sedang bekerja dan mereka perlu menunggu sebentar.
- Tampilkan Pesan Konfirmasi yang Jelas: Setelah aksi selesai, tampilkan pesan yang jelas dan mudah terlihat. Misalnya, notifikasi "Data berhasil disimpan!" atau "Terjadi kesalahan, silakan coba lagi." Kalau error, sebisa mungkin kasih petunjuk solusinya.
Feedback visual ini penting banget untuk membangun rasa kontrol dan kepercayaan pengguna terhadap produk kamu.
---
Menghindari kesalahan-kesalahan di atas itu langkah awal yang bagus banget buat bikin produk digital yang disukai pengguna. Ingat, desain UI/UX itu bukan cuma soal bikin tampilan cantik, tapi gimana caranya bikin interaksi pengguna jadi semudah, seefisien, dan semenyenangkan mungkin.
Selalu tempatkan diri kamu di posisi pengguna. Lakukan riset, uji coba desain kamu ke target pengguna (usability testing), dan jangan pernah berhenti belajar. Dunia UI/UX itu dinamis, tren dan teknologi terus berkembang. Tetap update dan terus asah skill kamu, ya! Semoga produk digital kamu sukses dan nggak ditinggal pengguna!