Mengenal Cumulative Layout Shift yang Mengganggu Pengalaman Kamu.
Pernah nggak sih lagi asyik scroll website, terus tiba-tiba bruk, ada elemen yang muncul entah dari mana dan bikin konten lain geser? Misalnya, kamu mau klik tombol "Baca Selengkapnya", tapi pas mau diklik, eh, ada iklan muncul di atasnya dan tombol yang tadinya mau kamu klik malah geser ke bawah. Alhasil, kamu malah nggak sengaja klik iklan itu. Bete banget kan?
Nah, momen ngeselin kayak gitu punya nama teknisnya di dunia web: Cumulative Layout Shift (CLS). Simpelnya, CLS ini ngukur seberapa sering dan seberapa parah elemen-elemen di halaman web kamu bergeser secara nggak terduga pas halaman itu lagi loading atau pas kamu lagi interaksi sama halamannya. Anggap aja kayak lagi baca buku, terus tiba-tiba ada yang nyelipin kertas di tengah halaman yang lagi kamu baca, bikin semua teks di bawahnya geser. Ganggu, kan?
CLS ini bukan cuma bikin pengalaman kamu surfing di internet jadi nggak nyaman dan bikin kamu misklik, tapi juga punya dampak besar buat pemilik website, lho. Google sendiri nganggep CLS sebagai salah satu metrik penting buat menilai kualitas halaman web dari sisi pengalaman pengguna. Metrik ini masuk dalam jajaran Core Web Vitals, tiga metrik utama yang dipake Google buat nge-ranking website di hasil pencarian mereka (dua lainnya adalah Largest Contentful Paint/LCP buat ngukur kecepatan loading elemen utama, dan First Input Delay/FID/Interaction to Next Paint (INP) buat ngukur responsivitas website). Jadi, CLS yang jelek bisa bikin website kamu 'jatuh' di mata Google dan susah muncul di halaman pertama hasil pencarian.
Kenapa CLS ini sering kejadian dan kok bisa ganggu banget? Yuk, kita bedah lebih dalam.
Apa Sih Sebenarnya yang Bikin CLS Ini Muncul?
CLS itu intinya terjadi pas browser lagi nge-render halaman web kamu. Ada beberapa hal umum yang jadi biang keroknya:
- Gambar, Iklan, Embed, dan Iframe yang Nggak Dikasih Ukuran: Ini penyebab paling klasik. Kamu mungkin sering lihat website dengan banyak gambar, iklan, atau video embed dari YouTube/Instagram. Kalau elemen-elemen ini nggak dikasih tahu ukurannya (lebar dan tinggi) di kode HTML-nya, browser nggak bakal tahu berapa banyak space yang harus disiapin buat mereka sebelum mereka selesai di-load. Alhasil, pas gambar atau iklan itu udah ke-load dan ukurannya baru ketahuan, browser harus re-render atau ngatur ulang tata letak seluruh halaman, bikin elemen di bawahnya geser. Sama kayak kamu lagi nata barang di kamar tapi nggak tahu ukuran kotaknya, pas kotaknya dateng baru ketahuan nggak muat dan harus geser-geser barang lain.
- Konten yang Dimasukkan Secara Dinamis Tanpa Persiapan: Kadang, website memasukkan konten baru setelah halaman selesai di-load. Contoh paling gampang adalah pop-up yang tiba-tiba muncul di tengah halaman, banner notifikasi di bagian atas, atau formulir yang tiba-tiba 'nongol'. Kalau konten-konten ini nggak disiapin space-nya dari awal, kemunculannya bakal bikin elemen di bawahnya terdorong ke bawah. Ini beda ya sama pop-up yang muncul di tengah layar dan nggak bikin konten di belakangnya geser, itu biasanya nggak menyebabkan CLS. Yang bikin CLS itu kalau elemen baru ini memengaruhi tata letak elemen yang sudah ada.
- Font Web yang Bikin "Flash of Unstyled Text" (FOUT) atau "Flash of Invisible Text" (FOIT): Website modern sering pakai font custom (web font) biar tampilannya beda dan unik. Proses loading web font ini kadang butuh waktu. Selagi nunggu web font-nya ke-load, browser biasanya bakal nampilin teks pake font default sistem kamu (fallback font). Nah, pas web font-nya udah ke-load, browser akan langsung ganti font-nya. Masalahnya, web font sering punya ukuran dan spasi antar baris (line height) yang beda sama fallback font. Pas font-nya ganti, ukuran blok teks juga ikut berubah, dan ini yang bikin elemen di bawahnya ikutan geser. Ini yang disebut FOUT atau FOIT diikuti pergeseran tata letak.
- Aksi yang Menunggu Respon Jaringan Sebelum Mengupdate DOM: Ini biasanya terjadi pada fitur-fitur yang sangat interaktif. Misalnya, kamu klik tombol yang harus ngirim data ke server, nunggu balasan, baru kemudian nampilin hasil balasan itu di halaman. Kalau proses nunggu ini nggak dikelola dengan baik dan nggak ada space yang disiapin buat nampilin hasilnya, pas hasilnya muncul, dia bakal 'nyelip' dan bikin elemen lain geser.
Kenapa CLS Itu Penting Banget Buat Kamu (Pengguna) dan Pemilik Website?
Buat kamu sebagai pengguna, CLS itu ganggu karena:
- Bikin Frustrasi: Udah jelas banget ini. Mau klik A malah klik B, lagi baca tiba-tiba teksnya pindah, bikin pengalaman nggak nyaman.
- Potensi Kesalahan: Kayak contoh di awal, misklik itu bisa bikin kamu buka halaman yang nggak diinginkan (misalnya iklan), atau malah nggak jadi melakukan aksi yang diinginkan (misalnya, nggak jadi klik tombol beli).
- Bikin Kepala Pusing: Pergeseran visual yang tiba-tiba bisa bikin mata cepat lelah dan bikin pusing, terutama buat yang punya sensitivitas visual.
Buat pemilik website, CLS yang jelek itu rugi karena:
- Performa SEO Anjlok: Karena masuk Core Web Vitals, CLS yang tinggi bikin Google ngasih skor jelek buat website kamu. Ini artinya, website kamu bakal susah bersaing di hasil pencarian, padahal mungkin kontennya udah bagus banget.
- Pengguna Males Balik: Kalau pengalaman di website kamu nyebelin, pengguna pasti males balik lagi. Mereka bakal cari website lain yang lebih nyaman.
- Rendahnya Tingkat Konversi: Kalau pengguna frustrasi atau misklik, mereka jadi nggak jadi melakukan aksi yang diinginkan, kayak daftar newsletter, nambahin barang ke keranjang, atau melakukan pembelian. Ini artinya, potensi pendapatan jadi hilang.
- Tingkat Bounce Rate Tinggi: Pengguna yang nggak nyaman cenderung langsung ninggalin website kamu (bounce) tanpa menjelajahi halaman lain.
Oke, jadi jelas ya CLS itu masalah serius. Skor CLS yang bagus itu idealnya 0.1 atau kurang. Antara 0.1 sampai 0.25 itu perlu perbaikan, dan di atas 0.25 itu jelek banget dan butuh perhatian serius.
Gimana Cara Ngecek Skor CLS Website Kamu?
Sebelum benerin, kita harus tahu dulu skornya berapa. Ada beberapa tools yang bisa kamu pake:
- PageSpeed Insights: Ini tool gratis dari Google. Tinggal masukkin URL website yang mau kamu cek, dan PageSpeed Insights bakal ngasih laporan lengkap, termasuk skor CLS (baik data dari lab maupun data dari pengguna asli/field data) dan saran perbaikan.
- Lighthouse: Ini ada di dalam Chrome DevTools (fitur bawaan browser Chrome). Tinggal buka website, klik kanan di mana aja, pilih "Inspect" atau "Inspect Element", terus cari tab "Lighthouse". Kamu bisa jalankan audit buat performa, termasuk CLS. Lighthouse ngasih data dari "lab" ya, artinya data dari simulasi kondisi loading, bukan dari pengguna asli.
- Chrome DevTools (Performance Tab): Ini lebih detail. Di DevTools, ada tab "Performance". Kamu bisa rekam proses loading halaman, terus nanti kamu bisa lihat visualisasi pergeseran tata letak yang terjadi selama loading di bagian "Experience". Ini berguna banget buat pinpoint elemen mana yang bikin geser.
- Google Search Console (Core Web Vitals Report): Kalau kamu pemilik website dan udah daftar di Google Search Console, ada laporan Core Web Vitals yang ngasih data CLS website kamu berdasarkan pengalaman pengguna asli dari seluruh dunia. Ini data paling valid buat melihat performa website di dunia nyata.
Setelah tahu skor CLS-nya, saatnya beraksi!
Tips Praktis dan Terupdate Buat Memperbaiki CLS
Memperbaiki CLS itu kuncinya adalah ngasih tahu browser sebelumnya berapa banyak space yang dibutuhkan oleh elemen-elemen yang rentan geser. Jadi, browser bisa "memesan" tempat itu dari awal. Ini dia beberapa jurus jitunya:
- Kasih Ukuran Tetap Buat Gambar dan Elemen Embed:
Di HTML: Ini cara paling gampang. Saat nulis tag
, tambahin atribut width
dan height
. Contoh:

. Meskipun nanti di CSS kamu set width: 100%; height: auto;
supaya responsif, browser udah tahu rasio aspek (perbandingan lebar dan tinggi) dan bisa nyiapin space* yang proporsional pas loading. * Pakai CSS Aspect Ratio: Ini teknik yang lebih modern. Kamu bisa pakai CSS aspect-ratio
buat menentukan perbandingan lebar dan tinggi sebuah elemen. Misalnya, buat gambar dengan rasio 16:9, kamu bisa set aspect-ratio: 16 / 9;
. Browser modern udah dukung properti ini. Ini sangat berguna buat elemen-elemen yang nggak punya ukuran alami kayak div
yang bakal diisi konten dinamis nanti. Buat Iklan dan Embed: Sama kayak gambar, kalau bisa, minta ukuran iklan dari penyedia iklan dan set ukurannya. Buat video embed atau iframe, biasanya penyedia (kayak YouTube) udah ngasih kode embed yang ada ukuran width
dan height
atau bisa dikonfigurasi. Jangan dihapus ya ukurannya! Kalau nggak bisa set ukuran pasti (karena responsif), coba reserve space* minimal pakai CSS min-height
atau min-width
buat area iklan atau embed tersebut.
- Siapkan Ruang Buat Konten Dinamis:
Kalau kamu tahu bakal ada pop-up notifikasi di atas halaman, atau banner promo yang muncul setelah beberapa detik, usahakan siapkan space kosong buat itu dari awal. Bisa pakai min-height
di elemen containernya. Jadi, pas kontennya muncul, dia ngisi space* yang udah disiapin, nggak bikin elemen lain geser. Hindari sebisa mungkin memasukkan konten baru di atas konten yang sudah ada dan terlihat oleh pengguna, kecuali kalau kemunculannya dipicu langsung oleh aksi pengguna* (misalnya, ngeklik tombol buat buka modal/dialog box yang nggak bikin elemen lain geser).
- Optimasi Loading Font Web:
* Gunakan font-display
: Di CSS @font-face
, pakai font-display: swap;
atau font-display: optional;
. swap
bakal nampilin teks pakai fallback font dulu, terus pas web font ke-load langsung diganti. Ini bikin FOUT tapi lebih baik daripada FOUT yang nggak terkendali atau FOIT yang bikin teks nggak kelihatan sama sekali. optional
lebih hati-hati, kadang kalau font-nya lama banget ke-load, dia nggak akan swap dan tetep pake fallback font biar nggak ada pergeseran sama sekali (ini paling bagus buat CLS, tapi mungkin nggak sesuai ekspektasi visual). * Preload Font: Tambahin tag di halaman kamu buat font-font yang paling penting (biasanya font buat teks utama). Ini ngasih tahu browser buat download font itu secepat mungkin dengan prioritas tinggi. * Preload Critical CSS: Kalau kamu pakai CSS yang bikin style teksnya berubah signifikan, coba preload CSS yang berisi definisi @font-face
dan style teks utama supaya font bisa mulai di-download dan diaplikasikan lebih awal. * Font Matching yang Lebih Canggih: Buat yang lebih advance, kamu bisa pakai CSS descriptors size-adjust
, ascent-override
, descent-override
, dan line-gap-override
di @font-face
buat 'menyetel' fallback font biar ukurannya lebih mirip sama web font yang kamu pakai. Ini bisa sangat efektif mengurangi atau bahkan menghilangkan pergeseran pas font-nya swap.
- Hindari Animasi atau Transisi yang Memengaruhi Tata Letak:
* Jangan pakai properti CSS kayak top
, left
, width
, height
, margin
, padding
yang dianimasikan atau ditransisikan kalau itu bisa bikin elemen lain di sekitarnya geser. * Gunakan properti CSS transform
(misalnya transform: translate()
buat menggeser posisi, transform: scale()
buat mengubah ukuran) atau opacity
buat animasi. Properti transform
dan opacity
itu nggak memengaruhi tata letak elemen lain, jadi nggak bakal bikin CLS.
Kapan Saatnya Minta Bantuan Profesional?
Beberapa tips di atas mungkin kedengeran teknis banget, apalagi kalau website kamu pakai framework atau CMS yang kompleks, atau punya banyak integrasi sama pihak ketiga (kayak iklan, sistem chat, dll.). Mencari tahu akar masalah CLS dan menerapkan perbaikan yang benar bisa butuh waktu dan keahlian khusus.
Kalau kamu ngerasa pusing sama urusan kode, optimasi rendering browser, atau butuh solusi yang lebih mendalam buat website yang sudah ada, inilah saatnya mempertimbangkan bantuan profesional. Tim yang berpengalaman di bidang pengembangan web performa tinggi tahu persis gimana cara menganalisis dan memperbaiki isu Core Web Vitals, termasuk CLS, secara efektif.
Javapixa Creative Studio misalnya, punya tim yang ahli banget dalam membangun dan mengoptimasi website dengan fokus pada performa dan pengalaman pengguna. Mereka ngerti seluk-beluk Core Web Vitals dan gimana caranya bikin website kamu ngebut, stabil, dan pastinya bebas dari pergeseran tata letak yang nyebelin.
Mempercayakan perbaikan CLS (dan isu performa lainnya) pada studio kreatif kayak Javapixa Creative Studio bukan cuma soal benerin kode yang salah. Ini soal investasi buat memastikan website kamu nggak cuma kelihatan bagus, tapi juga berfungsi maksimal, disukai pengguna, dan punya performa SEO yang kuat. Mereka bisa bantu dari tahap analisis mendalam sampai implementasi solusi teknis yang paling pas buat website kamu.
Kesimpulan
Cumulative Layout Shift (CLS) mungkin terdengar remeh buat sebagian orang, tapi dampaknya ke pengalaman pengguna dan performa website di mesin pencari itu besar banget. Pergeseran tata letak yang nggak diinginkan bisa bikin pengguna frustrasi, misklik, dan akhirnya kabur dari website kamu. Di sisi lain, Google juga ngeliat CLS sebagai indikator penting kualitas halaman, yang berarti CLS yang buruk bisa ngehambat ranking SEO kamu.
Mengatasi CLS itu intinya ngasih tahu browser sejak awal berapa space yang perlu disiapin buat setiap elemen, terutama yang rentan muncul belakangan atau berubah ukurannya. Mulai dari gambar dan iklan yang dikasih ukuran, nyiapin tempat buat konten dinamis, ngatur loading font web dengan bijak, sampai pakai properti CSS yang nggak bikin tata letak berubah.
Ngecek CLS pakai PageSpeed Insights atau Lighthouse itu langkah pertama yang bagus. Kalau kamu ngerasa perbaikannya terlalu teknis atau butuh solusi yang lebih komprehensif buat website kamu secara keseluruhan, jangan ragu buat cari bantuan profesional. Memastikan website punya performa tinggi dan bebas CLS itu investasi berharga buat masa depan online presence kamu. Jadi, jangan biarin CLS ganggu pengalaman pengguna kamu lagi ya!