Pindah dari Node.js ke Deno? Ini Ceritanya
Mungkin kamu udah lama banget akrab sama Node.js. Mulai dari bikin API simpel, web server yang ngebut, sampai tool command-line yang bantu kerjaanmu. Node.js ini emang kayak teman setia buat banyak developer JavaScript di backend. Ekosistemnya gede banget, modulnya bejibun di npm, komunitasnya aktif. Tapi, belakangan ini, mungkin kamu sering denger nama Deno. Yang bikin dia ini Ryan Dahl juga, orang yang sama di balik Node.js. Nah, kok bisa orang yang bikin Node.js malah bikin yang baru lagi? Terus, apa sih bedanya? Dan yang paling penting, perlu nggak sih repot-repot pindah dari Node.js ke Deno? Ini dia ceritanya.
Kenapa Tiba-tiba Muncul Deno? (dan Kenapa Mungkin Kamu Perlu Meliriknya)
Deno ini lahir dari beberapa "penyesalan" Ryan Dahl terhadap desain awal Node.js. Intinya, Deno itu dibangun dengan pendekatan yang lebih modern, terutama ngadopsi standar web yang udah mapan dan ngasih perhatian lebih ke masalah keamanan.
Beberapa hal yang bikin Deno menarik banget:
- Keamanan By Default: Ini beda banget sama Node.js. Di Deno, sebuah script nggak bisa sembarangan akses file di komputermu, akses network, atau ngelakuin hal-hal sensitif lainnya tanpa izin eksplisit. Kamu harus kasih "permission" lewat flag saat nge-run scriptnya (misalnya,
--allow-read
,--allow-net
). Ini bagus banget buat mencegah kode berbahaya. - TypeScript Built-in: Yup, Deno itu dukung TypeScript langsung dari sananya tanpa perlu instal macem-macem atau setup tambahan. Ini bikin ngoding pake TypeScript jadi lebih mulus dan cepat, apalagi buat project yang emang udah pake TS atau pengen pindah ke TS.
- ES Modules Adalah Standar: Lupakan
require()
(kecuali kalau emang butuh kompatibilitas). Deno pakai sistem modul standar ECMAScript (import/export) dan langsung bisa ngeload modul dari URL atau path file lokal. Ini lebih sesuai dengan cara modul modern di web. - Satu Executable File: Begitu kamu download Deno, kamu langsung dapat satu file eksekusi yang udah lengkap dengan linter, formatter, tester, bundler, dan dependency inspector. Nggak perlu instal banyak package global kayak di Node.js.
- Menggunakan Standar Web Modern: Deno pakai banyak API standar web, kayak
fetch
buat HTTP request,Web Crypto API
buat kriptografi, atauFileReader
. Ini bikin kode JavaScript di Deno terasa lebih familiar kalau kamu juga sering ngoding di browser. - Tidak Ada
nodemodules:
Ini yang sering bikin kaget anak Node.js. Deno nggak pakai foldernode
modules
yang isinya tumpukan file. Dependency di-cache secara global di komputermu berdasarkan URL-nya. Ini bikin struktur project lebih rapi.
Kedengerannya keren kan? Tapi, apakah semua project Node.js langsung cocok dan gampang dipindahin ke Deno? Nah, ini yang serunya.
Tantangan Pindah Rumah: Dari Node.js ke Deno
Pindah ekosistem itu nggak kayak ganti baju, apalagi kalau projectnya udah lumayan gede atau pakai banyak library spesifik Node.js. Ada beberapa hal yang perlu kamu siapin mental:
Ekosistem Library: Node.js udah puluhan tahun, jadi library di npm itu banyak banget. Deno ekosistemnya masih berkembang. Meskipun banyak library yang bisa jalan di Deno (bahkan yang dari npm!), ada juga yang tidak* (terutama yang sangat bergantung pada Node.js built-in modules atau C++ addon). Kamu perlu cek apakah library yang kamu pakai ada versi Deno-nya atau ada alternatif di Deno.
- Sistem Modul dan Dependency: Ini perubahan paling fundamental. Kamu harus ganti
require()
jadiimport
, dan cara ngelola dependensi juga beda banget (daripackage.json
dannode_modules
ke import dari URL atau file lokal/cache).
API Bawaan (Built-in Modules): Modul bawaan Node.js kayak fs
(file system), http
, path
, dll., punya counterpart di Deno (lewat deno.land/std
atau Deno namespace Deno.
), tapi kadang API-nya beda. Kamu perlu adaptasi.
- Tooling: Kebiasaan pakai
npm run dev
,jest
,eslint
,prettier
mungkin perlu diubah. Deno punya tool bawaan (deno run
,deno test
,deno lint
,deno fmt
) yang mungkin caranya beda. - Kompatibilitas Node.js (Untungnya Sekarang Lebih Baik!): Awalnya, Deno nggak dukung module Node.js sama sekali. Tapi sekarang, Deno udah punya kompatibilitas yang lumayan bagus buat nge-run banyak package dari npm langsung pake skema
npm:
(misalnyaimport express from 'npm:[email protected]'
). Ini sangat ngebantu proses migrasi.
Tips dan Trik Migrasi: Gimana Mulainya?
Oke, kalau kamu udah yakin pengen nyoba atau setidaknya penasaran gimana rasanya ngoding di Deno, ini beberapa tips aplikatif buat kamu yang datang dari dunia Node.js:
- Mulai dari Project Kecil atau Modul Terpisah: Jangan langsung migrasi project monolit gede yang udah jalan bertahun-tahun. Coba bikin project Deno baru dari nol buat belajar, atau identifikasi bagian kecil dari project Node.js kamu (misalnya, sebuah microservice, sebuah CLI tool sederhana, atau sebuah worker yang terpisah) untuk dimigrasi duluan. Ini buat dapetin feel-nya dan ngerti bedanya tanpa risiko gede.
- Pahami Deno Runtime dan Permission Model: Ini wajib. Sebelum nulis kode Deno, pahami gimana Deno nge-run script (
deno run
), gimana dia ngeload module (dari URL atau cache), dan terutama soal permission. Selalu run script Deno dengan permission paling minimal yang dibutuhkan. Biasakan pakai flag kayak--allow-net
(akses jaringan),--allow-read
(baca file),--allow-write
(tulis file),--allow-env
(akses environment variable). Kalau bingung, run tanpa permission, Deno akan ngasih tau permission apa yang dibutuhkan. - Adaptasi Sistem Modul (Import Maps dan
npm:
Specifier):
* ES Modules adalah Raja: Di Deno, kamu bakal sering pakai import
. Ganti semua const express = require('express');
jadi import express from 'express';
(kalau pakai npm:
specifier) atau import { serve } from 'https://deno.land/[email protected]/http/server.ts';
(kalau pakai module dari URL). npm:
Specifier Adalah Penyelamat: Untuk library yang sangat kamu butuhkan dan belum ada alternatif Deno-nya, coba pakai npm:
specifier. Misalnya, import React from 'npm:[email protected]';
. Deno akan download package itu dari npm registry dan menyediakannya untuk runtime Deno. Ini mengurangi blocking factor* saat migrasi. * Import Maps (deno.json
/deno.jsonc
): Untuk ngelola URL import yang panjang atau versi library, kamu bisa pakai file deno.json
atau deno.jsonc
. Di sini kamu bisa bikin alias buat URL atau package npm. Contoh:
json
{
"imports": {
"http/server": "https://deno.land/[email protected]/http/server.ts",
"express": "npm:[email protected]"
}
}
Dengan ini, kamu bisa import jadi import { serve } from "http/server";
atau import express from "express";
. Ini bikin kode lebih bersih dan gampang update versi dependency di satu tempat.
- Gunakan Deno Standard Library (
deno.land/std
): Untuk fungsi-fungsi standar seperti I/O (baca/tulis file), manipulasi path, HTTP server/client sederhana, hashing, dll., coba cekdeno.land/std
. Ini adalah kumpulan modul standar yang di-maintain oleh tim Deno dan dijamin jalan dengan baik di Deno. Gantikan penggunaan modul Node.js built-in (misalnyafs
diganti dengan modul darideno.land/std/fs
). - Manfaatkan TypeScript (Kalau Belum): Deno dukung TypeScript native. Kalau projectmu masih pure JavaScript, ini bisa jadi momen yang pas buat mulai nyoba TypeScript. Deno akan langsung compile TS ke JS di belakang layar saat run. Ini nambah type safety dan bikin kode lebih robust. Kalau projectmu udah TS, prosesnya jauh lebih gampang karena Deno udah ngerti TS dari awal.
- Pelajari Tooling Bawaan Deno:
* Running: deno run main.ts
(jangan lupa permission flags!) * Testing: Tulis test pakai Deno built-in test runner. Buat file test (biasanya diakhiri .test.ts
atau .spec.ts
), lalu run pake deno test
. Deno test runner punya API yang mirip Jest/Mocha. * Formatting: deno fmt
akan format kode Deno kamu sesuai gaya standar. Mirip Prettier tapi built-in. * Linting: deno lint
akan ngecek potensi error atau style guide violation. Mirip ESLint tapi built-in. * Task Runner: Kamu bisa define script kustom di deno.jsonc
di bagian tasks
buat nyederhanain workflow, mirip scripts
di package.json
. Contoh:
json
{
"tasks": {
"dev": "deno run --allow-net main.ts",
"test": "deno test",
"build": "deno compile --allow-net main.ts"
}
}
Jalaninnya pake deno task dev
.
- Atasi Perbedaan API: Modul Node.js built-in punya API async yang biasanya pake callback atau Promise. Deno juga mostly async pake Promise. Perbedaannya kadang di nama fungsi, urutan argumen, atau object yang direturn. Sering-seringlah lihat dokumentasi Deno (deno.land/api dan deno.land/std) dan bandingkan dengan Node.js docs.
- Pikirkan Strategi Deployment: Kalau projectmu udah jalan di Node.js di server A, gimana nanti kalau udah jadi Deno? Deno bisa di-deploy di banyak platform, termasuk Deno Deploy (platform serverless yang dioptimalkan buat Deno), atau di VPS/container biasa dengan nginstal runtime Deno dan nge-run scriptmu. Kamu juga bisa bikin single executable binary pake
deno compile
buat deployment yang lebih gampang. - Jangan Ragu Pakai
npm:
Tapi Tetap Waspada: Fitur kompatibilitasnpm:
ini penyelamat banget buat migrasi bertahap. Tapi, perlu diingat nggak semua package npm pasti jalan sempurna di Deno. Beberapa package mungkin bergantung banget sama internal Node.js atau native C++ addon yang nggak didukung Deno. Tes secara menyeluruh package npm yang kamu pakai setelah di-import pakenpm:
. Kalau ada error, mungkin kamu perlu cari alternatif Deno atau rethink penggunaan package tersebut. - Perhatikan Perbedaan Environment Variable: Di Node.js, kamu biasa akses environment variable via
process.env
. Di Deno, kamu pakaiDeno.env.get()
. Jangan lupa juga kasih permission--allow-env
saat nge-run script yang butuh akses env var.
Kapan Migrasi itu Masuk Akal?
Pindah dari Node.js ke Deno itu bukan keharusan buat semua orang. Node.js masih kuat banget dan cocok buat banyak skenario. Tapi, ada beberapa situasi di mana migrasi bisa jadi pilihan yang bagus:
- Project Baru: Kalau kamu mau mulai project backend baru atau CLI tool, Deno bisa jadi pilihan menarik buat dieksplorasi, terutama kalau kamu suka TypeScript, security by default, dan toolchain yang terintegrasi.
- Microservices atau Serverless Functions: Deno Deploy sangat optimal buat workload serverless. Membangun atau memigrasi microservice kecil ke Deno bisa jadi cara bagus buat dapetin manfaat Deno tanpa migrasi project monolit.
- CLI Tools: Tooling Deno yang lengkap dan kemampuan bikin single executable binary bikin Deno cocok banget buat bikin command-line interface.
- Ketika Fitur Deno Sangat Berguna: Misalnya, kamu butuh security permission model yang ketat, atau kamu sangat butuh TypeScript first-class support.
- Eksperimen dan Pembelajaran: Mau belajar hal baru dan ngelihat gimana masa depan JavaScript runtime di-develop? Migrasi atau coba Deno bisa jadi pengalaman berharga.
Kesimpulan: Sebuah Perjalanan, Bukan Lompatan Instan
Pindah dari Node.js ke Deno itu lebih kayak sebuah perjalanan atau "cerita" eksplorasi, bukan lompatan yang harus instan dilakukan oleh semua developer. Node.js punya kekuatan di ekosistemnya yang matang, sementara Deno menawarkan pendekatan yang lebih modern, aman, dan terintegrasi.
Tips paling penting: jangan takut buat nyoba! Mulai dari yang kecil, pahami perbedaannya, manfaatkan fitur kompatibilitas npm:
yang sekarang ada, dan pelan-pelan adaptasi. Mungkin nggak semua projectmu harus pindah, tapi mengenal Deno akan membuka wawasanmu tentang kemungkinan-kemungkinan baru dalam dunia runtime JavaScript di luar browser. Selamat mencoba Deno!